Bila diperhatikan secara seksama, Lambang Kabupaten Blora berbentuk Perisai atau tameng atau shield model Jawa. Para pendahulu membuat bentuk perisai sebagai ruang gambar logo atau lambang Kabupaten Blora ini bukan tanpa maksud. Nenek moyang kita di pulau Jawa sangat menyukai simbol-simbol. Dalam konteks logo, simbol-simbol yang dimaksudkan berupa bentuk 3 dimensi dan gambar 2 dimensi. Pada intinya, semua logo menunjukkan identitas Lembaga maupun kelompok.
Untuk melihat Video Lengkapnya silahkan klik link ini : ARTI - MAKNA PERISAI ATAU TAMENG PADA LOGO - LAMBANG KABUPATEN BLORA
(Maaf link di atas sudah tidak berlaku lagi kena ban youtube)
Entah disengaja atau tidak, juru sungging atau juru gambar yang diperintah Bupati saat itu untuk membuat logo Kabupaten Blora sedemikian rupa hingga membentuk sebuah perisai. Hal ini harus kita terima dulu sebagai kenyataan hidup. Bila mungkin sebelumnya belum pernah dibahas tentang lambang Blora yang berbentuk perisai ini, hingga Pemerintah Kabupaten Blora sendiri juga tak pernah mempublikasikan tentang ini, maka tidak ada salahnya bila generasi milenial sebagai penguasa informasi mulai membahasnya.
Perisai atau tameng, telah lama digunakan oleh manusia. Sejak masa Dong Son, bahkan sebelum itu. Difungsikan sebagai salah satu pelindung diri saat berperang. Pendekatannya sangat radikal. Tapi coba jangan berhenti di situ. Coba kita maklumi. Kita ambil saja nilai filosofisnya. Perang sangat identic dengan patriotism, kepahlawanan. Contoh paling mudah untuk menganalogikan kewiraan, kepahlawanan hanyalah mengkaitkannya dengan peristiwa peperangan. (Mereka bilang tak kan ada lagi perang). Pray for Peace.
Bila perisai merupakan penggambaran kewiraan maka, sangat wajar bila kita memaknai bentuk perisai logo atau lambang Blora ini dengan pendekatan kepahlawanan pula. Kepahlawanan dari sudut pandang internal maupun eksternal. Dari sisi individual maupun komunal. Dilihat dari sudut pandang internal, masyarakat Kabupaten Blora seharusnya turut berkomitmen menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan PANCASILA.
Sebagai masyarakat Kabupaten Blora, sebaiknya kita menolak, melindungi diri dari pengaruh-pengaruh luar yang berusaha mengoyak rasa persatuan dan kesatuan. Pengaruh tidak baik dari luar yang datang menggunakan pendekatan duniawi maupun ukhrowi. Perlunya pelestarian adat istiadat disini. Apakah iya, pada jaman android seperti sekarang ini, orang akan menyembah berhala? Menyembah keris? Menyembah pohon besar? Rasanya kok tidak. Maka adat istiadat baiknya tetap dilestarikan.
Berhala sekarang telah berubah bentuk, berkamuflase menjadi ajaran, menjadi orang suci, apalagi kaya. Praktek penyembahannya adalah dengan melalui pengingkaran pada kebhinekaan. Mengekang kebebasan berfikir apalagi berpendapat. Memaksakan satu versi kebenaran sebagai sebuah kebenaran mutlak yang wajib dilakukan oleh seluruh manusia. Ujungnya, meyakini bahwa yang berhak bahagia hanyalah sekelompok orang saja. Akan memprotes Tuhan Yang Maha Esa bila sampai memberikan kebahagiaan itu pada manusia di luar kelompoknya.
Dari sudut pandang eksternal, paling tidak, kita sebagai masyarakat Kabupaten Blora baiknya sesekali berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa memohonkan kedamaian bagi seluruh umat manusia. Sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing memohon untuk Kedamaian dunia. "Ya Tuhan, berilah kedamaian di hati setiap manusia. Berilah kedamaian dunia." Meskipun kita tahu, kedamaian di dunia tidak mungkin terjadi. Bila memang tidak mungkin terjadi, "Ya sudahlah." Kita turunkan permohonan kita dengan berdoa semoga tidak lagi terjadi perang di Indonesia.
Bukan karena kita pengecut. Takut perang. Tapi kita harus berfikir logis. Andaikan pulau Jawa dijadikan ajang perang. Bagaimana nasib para emak-emak yang sekarang terlanjur hedonist? Bagaimana dengan kaum difabel? Bagaimana dengan balita dan anak-anak? Bagaimana dengan kaum lansia yang sudah mencapai 20% dari total penduduk? Apakah kita akan menjawab seraya apatis, "Biarlah alam menuntaskan seleksinya? Penyintas tetap akan ada, akan melanjutkan generasi kita."
Bukan seperti itu. Nenek moyang berfikir bila kita harus "memayu hayuning bawono". Turut menjaga ketertiban dunia. Dimulai dari diri sendiri. Memang, "sedumuk batuk senyari bhumi", tapi nenek moyang Kabupaten Blora juga mengenal idiom "ono rembug dirembug". Utamakan negoisasi. Perang bukanlah solusi. Namun, bila sangat terpaksa, atas nama Persatuan Indonesia, siapapun akan kita lawan. Siapkan bambu runcing serta tameng. Tameng baja juga tameng do'a dari orang tua dan Kyai, kita maju perang!. "Nganti mati tak belani."
Dikarang oleh : Heri ireng